1 com
Upacara adat, ritual adat, prosesi adat
tradisi, ritual keagamaan, upacara keagamaan, atau bagaimana pun orang
menamainya saat ini telah banyak dihubungkan dengan wisata budaya atau
juga wisata religi. Selain menjadi sebuah ciri atau tanda tersendiri
bagi suatu kawasan, jenis kegiatan ini juga telah banyak dijadikan
potensi wisata oleh pemerintah daerah kawasan tersebut.
Surakarta dengan latar belakang sejarah
Jawa yang sangat kaya menyimpan begitu banyak kekayaan baik berupa
artefak, situs, ataupun juga jenis kegiatan. Selain itu, keanekaragaman
budaya atau agama yang hidup didalamnya juga menghidupkan beberapa jenis
tradisi yang menjadi warna dalam budaya Jawa yang kental di kawasan eks
karesidenan Surakarta.
Berikut adalah beberapa upacara adat di
Solo Raya dan juga beberapa upacara keagamaan di Solo Raya yang sering
ditunggu waktu kehadirannya:
1. Upacara Saparan atau Apem Kukus Keong Mas, Pengging, Boyolali
Setiap hari Jum’at selepas sholat Jum’at di pertengahan bulan Sapar. Bertempat di Masjid Ciptomulyo Pengging Banyudono, Boyolali.
2. Sekaten, Masjid Agung, Solo
Tanggal 5 bulan Mulud (Rabiul Awal tahun Hijrah) sampai tanggal 11 (tujuh hari). Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta. Sementara pasar malam Sekaten digelar di Alun-Alun Utara.
3. Grebeg Mulud, Masjid Agung, SoloTanggal 12 bulan Mulud. Bertempat di halaman Masjid Agung Keraton Surakarta.
4. Grebeg Agung Pajang, Petilasan Keraton Pajang, Makam Haji, Sukoharjo
Digelar berdekatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bertempat di Petilasan Keraton Kasultanan Pajang, Makam Haji, Kartosuro, Sukoharjo.
5. Grebeg Sudiro, Sudiroprajan, SoloMenjelang Imlek. Bertempat di kawasan Pasar Gede, Solo.
6. Haul Habib Al-Habsy, Pasar Kliwon, Solo
Tanggal 20 Rabiultsani. Bertempat di Masjid Ar Riyadh, Pasar Kliwon, Solo.
7. -
8. Upacara Keagamaan Tawur Agung, Candi Prambanan
Biasa digelar sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Bertempat di Candi Prambanan.
9. Mahesa Lawung, Alas Krendhawahono, Kalijambe, Karanganyar
Jatuh pada hari Senin atau Kamis, 40 hari setelah Grebeg Mulud di Masjid Agung Keraton Surakarta. Bertempat di Hutan Krendawahana, Karanganyar.
10. Prosesi Jalan Salib, Gunung Gandul, WonogiriDigelar setiap Jum’at Agung atau Hari Peringatan Wafat Isa Al Masih. Bertempat di Gunung Gandul, Wonogiri.
11. Cembengan atau Manten Tebu, Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar
Setiap Jum’at Pon di bulan April – Mei (musim giling). Bertempat di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar.
12. Upacara Mondosiyo, Balai Pasar Dusun Pancot Tawangmangu, Karanganyar
Jatuh setiap Selasa Kliwon wuku Mondosiyo. Bertempat di Dusun Pancot, Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar.
13. Tingalan Dalem Jumenengan Paku Buwono XIII, Keraton, Solo
Digelar setiap tanggal 25 bulan Rajab. Bertempat di Keraton Surakarta.
14. Labuhan Ageng Keraton Yogyakarta, Kahyangan, Wonogiri
Setiap akhir bulan Rejeb, sekali dalam
sewindu (delapan tahun) atau pada tahun Dal. Bertempat di Objek Wisata
Kahyangan, Wonogiri, bersamaan dengan Labuhan Ageng Keraton Yogyakarta
yang digelar di tiga lokasi lainnya yaitu Gunung Merapi, Gunung Lawu,
dan Pantai Parang Kusumo. Terakhir dilaksanakan pada 2010 (berikutnya
pada 2018).
15. Upacara Adat Dalungan, Dusun Dalungan, Macanan, Kebakkramat, KaranganyarJatuh setiap Jum’at Legi bulan Ruwah. Bertempat di Desa Dalungan, Kebakkramat, Karanganyar.
16. Tradisi Bersih Desa Warga Dusun Ngablak, Kroyo, Karangmalang, Sragen
Biasa digelar setiap Jum’at Wage di
bulan Syaban atau Ruwah. Berlokasi di pesanggrahan dekat pemakaman umum
Dusun Ngablak, Desa Kroyo, Kecamatan Karangmalang, Sragen.
17. Upacara Sadranan, Desa Sukobumi, Cepogo, Boyolali
Biasa berlangsung dari tanggal 15 bulan Ruwah hingga menjelang Puasa atau juga biasa pada tanggal 16 bulan Ruwah. Bertempat di makam Purolayu Dukuh Tunggulsari, Desa Sukobumi, Cepogo, Boyolali.
18. Upacara Ruwahan atau Jodangan, Makam Sunan Pandanaran, Bayat, Klaten
Digelar setiap Jum’at Kliwon tanggal 27 bulan Ruwah. Bertempat di Makam Ki Ageng Pandanaran, Paseban, Bayat, Klaten.
19. Tradisi Bagi Takjil Bubur Samin, Masjid Darussalam, Jayengan, Solo
Tradisi yang sudah berjalan puluhan tahun ini biasa digelar sepanjang bulan puasa. Bertempat di Masjid Darussalam, Jayengan, Serengan, Solo.
20. Tradisi Padusan Cokro Tulung di Klaten dan Padusan Pengging di Boyolali
Tradisi Padusan selalu dilakukan
sehari sebelum dimulainya Bulan Puasa Ramadhan. Dalam hitungan Jawa,
hari itu selalu jatuh pada hari terakhir bulan Ruwah (bulan sebelum
bulan Poso).
21. Malem Selikuran, Masjid Agung, Solo
Setiap malam ke-21 bulan Poso. Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta setelah sebelumnya diarak dari Keraton.
22. Upacara Adat Dukutan, Tawangmangu, Karanganyar
Jatuh di setiap Anggara Kasih atau Selasa Kliwon pada wuku Dukut. Bertempat di Candi Menggung, Pepunden Dusun Nglurah, Tawangmangu, Karanganyar.
23. Grebeg Pasa, Masjid Agung, SoloDigelar setiap tanggal 2 bulan Syawal. Bertempat di Masjid Agung Surakarta.
24. Kirab Sapi Syawalan Warga Desa Sruni di Kecamatan Musuk, Boyolali
Tradisi Syawalan warga Desa Sruni rutin
digelar pada 8 Syawal. Lokasi penyelenggaraan adalah Desa Sruni,
Kecamatan Musuk, Boyolali.
25. Tradisi Syawalan, Bukit Sidoguro, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten
Tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro rutin digelar setiap tahun setiap tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Bertempat di Bukit Sidoguro, Krakitan, Bayat, Klaten.
26. Pekan Syawalan Jurug atau Grebeg Jaka Tingkir, Jurug, Solo
Biasa digelar seminggu setelah perayaan Idul Fitri. Bertempat di TST Jurug.
27. Bersih Desa Sendang Sinongko di Desa Pokak, Ceper, Klaten
Setiap hari Jum’at Wage di musim kemarau setelah panen raya, akhir Juli hingga pertengahan September. Bertempat di Sendang Sinongko, Pokak, Ceper, Klaten.
28. -29. Grebeg Besar, Masjid Agung, Solo
Setiap tanggal 10 bulan Besar atau 10 Dzul Hijjah. Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta.
30. Upacara Susuk Wangan, Setren, Wonogiri
Setiap hari Sabtu Kliwon bulan Besar atau hari Minggu setelahnya. Bertempat di Objek Wisata Setren, Wonogiri.
31. Kirab Malam Satu Suro Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran,
Setiap pergantian tahun tepat pada malam 1 Suro.
Terdapat dua kirab dalam memperingati Malam 1 Suro atau Malam 1
Muharam. Yaitu bertempat di Keraton Kasunanan Surakarta, biasa dikenal
dengan Kirab Kebo Bule dan di Pura Mangkunegaran.
32. Labuhan Ageng Suran, Pantai Sembukan, WonogiriSetiap malam 1 Suro. Bertempat di Pantai Sembukan Wonogiri.
33. Upacara Sedekah Gunung Merapi, Selo, Boyolali
Setiap malam 1 Suro. Bertempat di Joglo Selo, Selo, Boyolali.
34. Kirab Pusaka Jaka Tingkir di Petilasan Kasultanan Keraton Pajang
Setiap 1 Suro malam. Bertempat di Petilasan Kasultanan Keraton Pajang.
35. Upacara Sedekah Bumi, Kahyangan, Wonogiri
Setiap malam Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon di bulan Suro atau saat malam 1 Suro. Bertempat di Kahyangan, Wonogiri.
36. Upacara Larap Slambu, Gunung Kemukus, Sragen
Setiap tanggal 1 bulan Suro atau 1 Muharram. Bertempat di Makam Pangeran Samudro, Gunung Kemukus, Sumberlawang, Sragen.
37. Kirab Apem Sewu, Kampung Sewu, Solo
Biasa digelar bersamaan dengan Festival Gethek di Sungai Bengawan, yaitu pada pertengahan bulan November. Bertempat di Kampung Sewu, Solo.
38. Jumenengan Paduka Mangkunegaran IX, Istana Mangkunegaran, SoloSetiap tanggal 9 bulan Suro. Bertempat di Pura Mangkunegaran.
39. Kirab Babad Kepatihan atau Peringatan Hari Lahirnya Titi Laras Karawitan Kepatihan
Setiap tanggal 15 bulan Suro. Bertempat di Kepatihan, Solo.
40. Upacara Bersih Desa Tanjungsari, Dlimas, Ceper, Klaten
Rutin digelar setiap Jum’at Kliwon atau Jum’at Wage di bulan Suro. Berlokasi di bangsal Tanjungsari Dusun Dlimas, Dlimas, Ceper, Klaten.
41. Upacara Wahyu Kliyu, Jatipuro, Karanganyar
Jatuh setiap malam bulan purnama bulan Suro atau tanggal 15 bulan Suro. Bertempat di Dusun Kendal, Jatipuro, Karanganyar.
42. Upacara Buka Luwur, Ampel, BoyolaliSetiap hari Jum’at Kliwon minggu keempat bulan Suro. Bertempat di Makam Ki Ageng Pantaran, Ampel, Boyolali.
43. Upacara Pulung Langse, Bendosari, Sukoharjo
Setiap hari Minggu terakhir bulan Suro. Bertempat di Makam Ki Ageng Balak, Bendosari, Sukoharjo.
44. Upacara Yaqowiyu, Jatinom, Klaten
Setiap hari Jum’at di pertengahan bulan Sapar, kue apem biasa disebar setelah Sholat Jum’at. Bertempat di Jatinom, Klaten.
Untuk dapat memahami perhitungan penanggalan Jawa, situs berikut ini akan sangat membantu dalam menemukan kapan kegiatan itu digelar. Selain itu, mempelajari siklus waktu dalam penanggalan Jawa juga akan dapat sangat membantu. Karena kebanyakan kegiatan budaya di Surakarta ditentukan dengan menggunakan penanggalan Jawa.
Sumber dari data-data upacara adat di
Solo Raya di atas diperoleh dari catatan pribadi dan juga observasi
secara online melalui berbagai portal informasi. Ketidak tepatan waktu
mungkin saja bisa terjadi. Informasi yang lebih lengkap mungkin saja
diperlukan setelah melihat data dari laman ini untuk mendapatkan waktu
penyelenggaraan upacara adat di Solo Raya yang akurat.
Perayaan Malam Satu Suro di Solo Jateng
Banyak orang mengatakan bahwa proses Arabisasi saat
ini telah marak terjadi di Indonesia berhubung dengan makin banyaknya
organisasi dan partai politik yang mengusung nilai2 Islam dalam
kehidupan tata sosial kemasyarakatan saat ini.
Tapi benarkah Arabisasi hanya terjadi saat ini?Arabisasi atau Islamisasi sebenarnya telah terjadi ratusan tahun yang lalu di Indonesia sekitar abad ke-14. Pertama masuk melalui Kerajaan Samudrai Pasai, Perlak dan Kerajaan Aceh yang kemudian menyebar ke P.Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku bahkan Papua.
Hal ini dapat kita lihat dari adat istiadat beberapa suku di Indonesia, suku Melayu, Padang, Batak, Sunda, Jawa, Makasar, Ambon, Borneo dll akan kita temukan unsure-unsur Arab dan Islam disana.
Dalam budaya Jawa, unsur-unsur Arab atau Islam dapat kita temukan pada Cerita Wayang Mahabrata pada lakon Bima Sakti mencari Tuhannya dan peringatan “Malam satu suro”
Dan kota di Jawa yang paling afhdol membicarakan satu suro adalah kota solo. Setiap kota tentunya memiliki adat istiadat yang berbeda, Di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah, selain kota Yogyakarta , kota Solo lah yang masih sangat erat dan masih memelihara semua tradisi adat Jawa.
Sekaten adalah merupakan salah satu pesta pasar rakyat yang sangat lekat dengan sejarah perkembangan dan penyiaran agama Islam di tanah Jawa , Istilah Sekaten berasal dari bahasa arab yaitu ” Syahadatin ” yang berarti dua kalimat syahadat, hal ini sarat dengan makna islami pada masa penyebaran agama islam pada masa itu . Pasar rakyat ini hingga sekarang masih menjadi salah satu objek wisata dan pasar budaya yang menjadi salah satu unggulan pariwisata kota Solo .
Pasar malam ini biasanya digelar selama seminggu penuh untuk memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW yang menjadi kalender kegiatan rutin yang di adakan oleh Kraton Solo setahun sekali berdasarkan penanggalan Jawa. Kegiatan di pasar ini sangat lengkap mulai berbagai jualan makanan khas daerah , baju , berbagai kerajinan tradisional sampai mainan yang modern serta banyak pula sarana hiburan rakyat seperti komidi putar dan yang lainnya. Maka tak heran kalau perayaan sekaten selalu penuh sesak dengan pengunjung.
Selain sekaten, Keraton Solo juga perlu dibanggakan. Banyak nilai bersejarah termasuk adai istiadat tersirat di dalamnya.
KIRAB PUSAKA KRATON
Setiap malam 1 muharam atau terkenal malam satu Suro , maka kraton Solo akan menggelar ritual Jamas dan Kirab Pusaka Kraton, ikut serta juga dalam acara kirab tersebut beberapa ekor kebo bule ( Kerbau ) yang di juluki Kebo Kyai Slamet . Acara kirab pusaka ini berangkat dari kraton Solo tepat pada jam 12 malam dan mengelilingi beberapa jalan protokol di kota Solo dengan di iringi oleh punggawa istana dan para pasukan istana. Upacara ini di gelar untuk menghormati dan sekaligus memperingati Bulan Suro ( Muharam ) .
Kegiatan Kirab ini hingga sekarang selalu menjadi salah satu momentum yang paling meriah di kota Solo , dan selalu menarik minat masyarakat kota Solo pada khususnya untuk melihat dan mengikuti prosesi ini . Banyak juga masyarakat di sekitar kota solo , bahkan dari luar kota dan para turis asing sangat antusias mengikuti acara tradisional tersebut .
Apabila upacara kirab yang di ikutkan di dalamnya Kebo kyai slamet tersebut benar benar sangat di tunggu oleh masyarakat . Acara yang sudah menjadi kegiatan rutin Kraton solo tersebut , selainkan menampilkan mitos dan legenda kebo kyai slamet , juga bermacam macam keris dan tosan aji istan lainnya yang di arak keliling dengan sebuah prosesi upacara spiritual dan kental sekali dengan budaya Jawa .
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
13.42
RINCIAN NOVEL
Judul : Please
Look After Mom ( Ibu Tercinta )
Kategori : Buku
Jenis : Sastra
dan Fiksi
Penulis : Kyung
Sook Shin
Alih Bahasa :
Tanti Lesmana.
Desain &
Ilustrasi Cover : Eduard Iwan Mangopang.
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama.
Terbit : Cetakan
I, September 2011
Tebal : 296 hlm,
ilus : 13.5 x 20.
ISBN :
978-979-22-7486-8.
Cover :
Softcover
Biografi Penulis
Shin
Kyung Sook (lahir 12 Januari 1963) adalah seorang penulis Novel asal Korea
Selatan. Dia adalah wanita Korea pertama yang memenangkan Hadiah Sastra Asia
Man pada tahun 2012.
Kehidupan
:
Shin
Kyung Sook lahir pada tahun 1963 di sebuah desa dekat Jeongeup di Provinsi
Jeolla di selatan Korea. Dia adalah anak keempat dan putri tertua dari enam
bersaudara. Orang tuanya adalah petani, dengan keterbatasan biaya Orang tua
Shin tidak mampu menyekolahkan shin sampai perguruan tinggi, sehingga pada umur
16 tahun ia pindah ke Seoul, di mana kakaknya tinggal. Dia bekerja di sebuah
pabrik elektronik. Dia membuat debut sastra nya pada tahun 1985 pada musim
dingin, dengan novel pertama berjudul novella itu Fable, setelah lulus dari
Institute of the Arts Seoul sebagai menulis kreatif utama. Shin, bersama dengan
Kim In-suk dan Gong Ji-young, salah satu dari kelompok penulis perempuan yang
disebut Generasi 386 .
Dia
memenangkan Munye Joongang Prize Penulis Baru untuk novel nya, Fables musim
dingin. Shin telah memenangkan berbagai macam hadiah sastra termasuk Young
Artist Award dari Korea Departemen Kebudayaan , Olahraga dan Pariwisata,
Hankook Ilbo Hadiah Sastra , Hyundae Penghargaan Sastra , Manhae Hadiah Sastra
, Dong-in Literary Award , Yi Sang Literary Award , dan Oh Yeongsu Hadiah
Sastra . Pada tahun 2009, terjemahan Perancis karyanya, A Room Lone (La Chambre
Solitaire) adalah salah satu pemenang Prix de l'Inapercu , yang mengakui karya
sastra baik yang belum mencapai khalayak luas. Internasional hak atas copy
juta-best seller juga telah ia raih.
1.2 Penerbit
Gramedia Pustaka Utama adalah anak
perusahaan dari Kelompok Kompas Gramedia yang bergerak di bidang penerbitan
buku yang mulai menerbitkan buku sejak tahun 1974. Buku fiksi pertama yang
diterbitkan penerbit ini adalah novel Karmila, karya Marga T, yang disusul
dengan buku seri anak-anak seperti Cerita dari Lima Benua, Album Cerita
Ternama, dll. Terbitan buku non-fiksi pertama Gramedia adalah Hanya Satu Bumi
karya Barbara Ward dan René Dubois dengan bekerjasama dengan Yayasan Obor.
Gramedia Pustaka Utama selalu menerbitkan buku-buku bermutu baik
terjemahan maupun karya asli dalam negeri, diantaranya untuk jenis fiksi adalah
Harry Potter karya JK Rowling, novel-novel karya Sidney Sheldon, Agatha
Christie, Marry Higgins Clark, Sandara Brown, Mira W, Maria A. Sardjono,
Hilman, dan masih banyak lagi. Untuk nonfiksi ada karya-karya Robert Kiyosaki,
Stephen Covey, Vincent Gasperz, Tung Desem Waringin, Rhenald Kasali, Adi
Gunawan, dan lain-lain.
Sinopsis Buku
Sepasang suami-istri hendak mengunjungi
anak-anak mereka di Seoul dengan menggunakan transportasi kereta bawah tanah.
Setelah beberapa stasiun terlewat, barulah sang suami menyadari bahwa istrinya
tidak ada lagi bersamanya. Ia menghilang.
Seluruh anggota keluarga pun berkumpul di rumah Hyong-chol, si
anak sulung, untuk merencanakan usaha pencarian Ibu. Mereka pun memutuskan
untuk membuat selebaran dan membagi-bagikannya di tempat Ibu terakhir kali
dilihat. Bahkan, mereka menjanjikan hadiah sebesar lima juta won bagi orang
yang menemukan Ibu.
Selama masa pencarian itulah, masing-masing anggota keluarga
mengalami semacam flashback akan kenangan-kenangan bersama sang Ibu. Berbagai
penyesalan pun menyeruak bersama kenangan-kenangan itu.
Chi-hon, si putri sulung, menyesal karena sering membentak-bentak
dan berkata kasar kepada ibunya. Pekerjaannya sebagai penulis terkenal
membuatnya sering bolak-balik ke luar negeri untuk menghadiri seminar-seminar
dan semacamnya. Namun, ia jarang sekali menghubungi Ibu. Chi-hon teringat salah
satu kenangan manis bersama ibunya. Dulu, Ibu pernah mengajaknya menjual
anak-anak anjing ke pasar. Setelah anak anjing terakhir terjual, Ibu bertanya
pada Chi-hon, apakah ingin dibelikan sesuatu. Chi-hon meminta dibelikan buku
yang dipilihnya sendiri. Ia pun memilih buku Human, All Too Human karya
Nietzche. Ibu memberinya uang untuk membayar buku itu, tanpa menawar. Padahal,
biasanya Ibu menawar harga sebelum membeli apa pun.
“Hanya ada dua kemungkinan: sang Ibu menjadi sangat dekat dengan
anak perempuannya, atau mereka menjadi asing terhadap satu sama lain.” (hlm.
26)
Hyong-chol, si anak sulung, merasa bersalah karena tidak bisa
menepati janjinya kepada Ibu untuk menjadi jaksa. Waktu kecil, saat Ibu pergi
karena dikhianati Ayah, Hyong-chol berjanji pada Ibu bahwa jika sudah besar
nanti, ia akan menjadi jaksa. Sang Ibu menanggapi janji itu dengan
sungguh-sungguh. Padahal, saat itu Hyong-chol berjanji karena ia mengira ia
harus menjadi jaksa supaya ibunya tetap mau tinggal di rumah. Sejak saat itu,
Ibu melarang Hyong-chol membantunya mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. “Kalau
ingin menjadi jaksa, kau mesti belajar yang rajin. Jauh lebih rajin dari yang
selama ini kaulakukan,” begitu ujar Ibu pada Hyong-chol. Begitu sayangnya Ibu
pada putra sulungnya itu, sampai ia rela menjual cincinnya untuk membayar uang
pangkal Hyong-chol untuk melanjutkan sekolah.
Sang suami pun menyesal karena selama ini ia tak pernah
memperlakukan istrinya dengan baik. Kerap kali ia pergi dari rumah dan
berselingkuh dengan wanita lain. Akan tetapi, istrinya tetap setia padanya dan
selalu sabar mengobati suaminya ketika jatuh sakit. Sang suami juga menyadari
ada banyak hal mengenai istrinya yang tidak ia ketahui. Padahal, mereka sudah
tinggal bersama selama puluhan tahun.
“Setelah dia hilang, barulah keberadaannya terasa begitu nyata,
seolah-olah kau tinggal mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.” (hlm. 152)
Buku ini terdiri dari lima bab
yang masing-masing diceritakan dengan sudut pandang berbeda. Butuh konsentrasi
untuk memahaminya. Selesai membaca pun, terdapat beberapa hal yang masih belum
bisa saya pahami di buku ini. Namun, saya rasa tak jadi soal. Membaca buku ini
akan membuat kita bertanya pada diri sendiri, “Apa yang sudah kulakukan untuk
membahagiakan Ibu?” Tentu tidak seberapa dibandingkan banyaknya pengorbanan
yang telah dilakukan Ibu untuk kita. Bahwa terkadang kita lupa bahwa Ibu
tetaplah manusia yang punya perasaan, harapan, dan cita-cita sendiri. Sudahkah
kita membantu beliau mewujudkan harapannya itu? Atau selama ini, kita tidak
pernah memedulikannya, atau bahkan tidak tahu? Tak heran jika
di beberapa bab, penulis menggunakan sudut pandang orang kedua, seolah ia
hendak menyindir perlakuan kita terhadap ibu selama ini.
“Kau tidak bisa lagi berkata bahwa kau mengenal ibumu sepenuhnya.”
(hlm. 34)
Kenalilah ibu kita dan berusahalah untuk tidak membuatnya sedih
karena perilaku kita. Rengkuhlah ia, dengarkan kisah-kisahnya, dan yang paling
penting, tolonglah jaga ibu….
UNSUR INSTRINSIK
1.
Tema
Kekeluargaan dan
Pendidikan.
2.
Plot
Alur yang dipakai dalam novel ini adalah
alur gabungan.
Karena
hampir seluruh isi cerita menceritakan Flashback yang berupa memori kehidupan
dahulu dan perjalanan kedepannya.
3.
Sudut Pandang Pengarang (
Point Of View )
Pada bab I
pengarang menggunakan sudut pandang Orang kedua tanpa orang pertama, dengan
“Kau” disini adalah putri ke tiga si Ibu yaitu Yoon Chi – Hon.
Pada bab II
pengarang menggunakan sudut pandang Orang ketiga, dengan “dia-nya” disini
adalah putra sulung ibu yaitu Yoon Hyong – chol.
Bab 3
kembali memakai "kau", tapi "kau"-nya bukan Chi-hon lagi
melainkan suami si Ibu alias ayah dari kelima anak si Ibu.
Bab 4
campur; ada "aku" yang merupakan si Ibu sendiri dan "kau"
yang merujuk ke banyak orang: putri keempat si Ibu, kakak ipar si Ibu,
"selingkuhan" si Ibu, juga suami si Ibu.
Sedangkan Bab 5 adalah epilog yang
kembali menggunakan Chi-hon sebagai "kau".
4.
Penokohan
Dalam novel
ini pengarang memaparkan dan menjelaskan secara langsung watak sang tokoh dan
tidak berbelit – belit ( Teknik Ekspositoris ).
Sifat tokoh yang digunakan adalah Protagonis, karena tokoh yang
diceritakan tersebut memiliki sifat – sifat positif.
5. Amanat
Mengingatkan
kepada para pembaca betapa pentingnya kehadiran dan peranan seorang ibu, betapa
besar cinta seorang ibu untuk anak-anak dan suaminya, meskipun seringkali
dikecewakan dan disakiti. Namun yang terpenting adalah buku ini seakan meminta
pembacanya untuk selalu menjaga, menghargi dan mencintai sosok ibu dalam
kehidupannya.
Pesan Moral
:
Manusia
tidak akan pernah mensyukuri sesuatu yang dimilikinya sampai sesuatu itu hilang
.
selain itu
kita harus bersyukur tentang hal-hal sekecil apa pun yang ada di sekeliling
kita terutama orang tua yang selama ini mungkin kita lupakan
.
Keunggulan Novel :
1.
Isi cerita novel Menciptakan
dan menghidupkan karakter demi karakter dan yang paling penting adalah mampu
menyisipkan emosi demi emosi di setiap babnya.
2.
Banyak narasi dan minim
dialog.
3.
Kisahnya sangat indah,
bagaimana ibu, digambarkan di sini, berjuang demi anak-anaknya, menghadapi
suami yang kabur dari rumah, serta menghadapi kerasnya kehidupan di tengah
kemiskinan
Kelemahan Novel :
1. Tampilan dari novel sedikit bosan
2. Pemotongan paragraf dari novel aslinya berbeda dengan paragraf –
paragraf Indonesia karena novel ini berliteratur Korea.
3.
Minimnya keterangan tentang
tokoh-tokohnya, bahkan tidak semua tokoh di buku ini namanya dibeberkan.
Ciri khas Novel :
1.
Banyak narasi dan minim
dialog. Karena, seperti Tango, di dalam buku ini narasi yang lebih dominan
berperan. Kehadiran dialognya bisa dibilang sangat sedikit.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
13.38
Langganan:
Postingan (Atom)