0 com
Koleksi
surat cinta yang ditulis Mick Jagger kepada penyanyi Amerika Serikat,
Marsha Hunt, terjual seharga £187.250 atau sekitar Rp2,8 miliar.
Surat-surat yang indah dan puitis
tersebut ditulis pada musim panas tahun 1969 ketika penyanyi utama
Rolling Stones itu sedang berada di Australia.
Banyak yang berpendapat surat-surat itu
menjadi inspirasi dari nomor tunggal Rolling Stones berjudul Brown Sugar
yang sempat bertengger di puncak tangga lagu.
Pada saat itu Marsha Hunt menjadi foto utama untuk produksi teater musikal di West End, London, selama Juli dan Agustus 1969.
Adapun Jagger sedang berada di kawasan
terpencil Australia untuk pengambilan gambar film tentang Ned Kelly,
pembunuh yang oleh sebagian orang dianggap sebagai penjahat dan sebagian
lain berpendapt dia sebagai pahlawan.
Hubungan Jagger dengan Marianne Faithfull
sedang buruk. Faithfull rencananya akan tampil dalam film itu namun
kembali ke Inggris setelah sempat mencoba bunuh diri.
Hunt mengaku bankrut
Hunt mengaku bankrut
Menurut balai lelang Sothebys, nilai jual yang dicapai jauh melewati perkiraan awal sekitar £100.000.
Marsha Hunt mengatakan berjalannya waktu membuat surat tersebut mendapat tempat dalam sejarah kebudayaan.
“Saya menyimpan surat-surat di bank
selama 30 tahun agar putri kami menemukannya berharga ketika dia sudah
besar,” tuturnya kepada BBC.
“Siapa yang pernah menduga rock’n roll akan tetap populer, bahwa 30 tahun kemudian band itu masih tetap tampil.”
Saat ini Rolling Stones sedang menggelar konsernya di beberapa tempat di dunia, termasuk di London pada 25 November lalu.
Setelah lelang, Hunt mengatakan mungkin tidak tepat untuk menyebutnya sebagai ‘surat-surat cinta’.
Kepada koran The Guardian, dia mengaku menjualnya karena memerlukan uang untuk membayar sejumlah tagihan yang dihadapinya.
“Saya bangkrut,” kata Hunt yang kini tinggal di Prancis selatan.
Hubungan Jagger dengan Hunt -yang menghasilkan anak pertama Jagger, Karis- berlangsung diam-diam hingga tahun 1972.
sumber: http://www.beritakaget.com/berita/4396/surat-cinta-mick-jagger-untuk-marsha-hunt-telah-terjual.html
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.59
Bahan
mentahnya dari di negeri sendiri, sementara pengolahan dan penikmat
nilai tambahnya ada di negeri orang. Hal ini yang mendasari Robby dan
sebagian perajin batu fosil asal Banten lainnya, tidak ingin mengekspor
fosil kayu masih mentah atau raw material.
Mereka berupaya mengolah fosil kayu
menjadi barang jadi. Benar saja, fosil yang dulunya hanya berbentuk
bongkahan batu besar dijual perkilo berkisar Rp 20.000 – Rp 100.000,
kini menjadi barang antik bernilai ratusan juta rupiah bahkan harganya
bisa mencapai Rp 1 miliar.
“Alhamdulillah ekspor ini sudah ke
Jerman, Singapura, Korea Selatan, Cina. Tapi kebanyakan orang Korea dan
China. Karena mereka suka barang-barang yang antik dan aneh,” ujar Robby
yang menggeluti kerajinan barang pajangan dan hiasan rumah dari olahan
fosil kayu ini, saat ditemui Kompas.com pada pameran INACRAFT di JCC pertengahan Juli 2012.
Menurut Robby, ada nilai seni, antik,
unik, dan mewah bila diolah menjadi pajangan, mebel, bahkan perhiasan
organik. “Bisa makin bening mirip batu mulia jika diolah,” ungkap Robby.
Akik es
Fosil kayu atau petrified wood atau
batu sempur sendiri merupakan hasil membatunya suatu kayu selama
100-jutaan tahun silam di permukaan tanah. Semua bahan organik yang
awalnya terkandung telah berganti menjadi mineral silikat. Senyawa yang
mengandung unsur silikon, oksigen, dan beberapa logam.
Mineral silikat yang terkandung di dalam
fosil kayu, bukan lagi lagi berbentuk kayu yang umumnya ditemui, namun
lebih mirip seperti bebatuan alam. Fosil ini, umumnya juga ditemui di
daerah pedalaman hutan, goa, dan dasar sungai di daerah Banten dan
Sumatera. Ketika diangkat dari kedalaman 3-5 meter di bawah permukaan
tanah, bentuknya mirip bongkahan kayu besar menyerupai batu berwarna
cokelat kehitaman.
Ada juga, juga yang bentuknya masih utuh
seperti bagian badan batang pohon. Bagi perajin seperti Robby, bentuk
luar bongkahan fosil kayu ini layaknya sebuah cangkang. Sementara,
bagian dalamnya inilah yang bisa diolah menjadi barang pajangan bernilai
estetika tinggi. Robby menyebutnya “batu akik es”. “Ini tuh masih
tertutup kulit, kulitnya kita buka dan yang diambil bagian dalamnya.
Sekarang ini yang paling dicari itu jenis akik es,” kata Robby yang juga
menerima permintaan pembeli, ingin dijadikan seperti apa, fosil kayu
itu.
Akik es ini berwarna putih kemerahmudaan
dan padat. Sekalipun padat. bila disorot lampu senter, maka cahayanya
akan menembus dinding-dinding akik es.
Untuk mencapai tahap batu akik es, Robby
mengakui, butuh waktu hingga tiga – empat bulan lamanya pengerjaan.
Pasalnya, harus penuh kehati-hatian dalam proses menggerinda dan
mengamplas sisik kasar kulit luar dari fosil kayu tersebut. Ada
kemungkinan juga saat pengerjaan, lanjut Robby, akik es di dalamnya
malah patah atau retak. “Dari lekukannya (serat yang menempel di akik
es) saja kita sudah kesulitan, takut patah saat dikerjakan,” ungkapnya.
Lalu, bila pemesan menginginkan waktu
pengerjaannya hanya seminggu hingga sebulan, Robby pun bisa
menyanggupinya. Asalkan, barang jadinya tidak berbahan full akik es,
masih kasar dan tekstur kayunya pun melekat di bagian lekukan-lekukan
pajangan, dan juga kandungan mineral silikatnya sedikit.
Ada juga yang disebut semi akik es. Itu
artinya, tahahap pengalusan fosil tidak sampai batas maksimal atau
setengah jadi. Tentu harganya pun yang lebih murah ketimbang akik es.
“Yang masih kasar ini dan kandungan silikat atau mineral sedikit bisa
dibentuk menjadi seperti hewan, mebel, gantungan, asbak, patung Budha
dan bentuk lainnya, bila bening atau akik es justru harganya sangat
mahal,” kata Staf Pelaksana Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Banten Agus Andriansyah kepada Kompas.com yang turut dampingi Robby di stan pameran.
Menurut Andri, sapaan akrabnya, hanya
fosil kayu berusia jutaan tahun yang mampu menghasilkan akik es. Hanya
saja, daerah potensi penghasil fosil kayu seperti ini, sudah mulai
jarang ditemui. “Suplai bahan baku fosil kayu ini, sekitar 6 bulan
bahkan setahun sekali baru dikirim (dari penambang ke
pengolah/industri). Tapi sekarang yang masih berpotensial masih di
daerah Sukabumi, Garut, dan Banten,” tutur Andri.
Ia menambahkan, untuk membedakan barang
tiruan akik es, caranya mudah. Biasanya, barang tiruan berbahan plastik
khusus atau bersilikat rendah. Ketika dipegang, yang asli akan terasa
dingin ataupun panas karena mineral di dalamnya menyesuaikan suhu di
lingkungan sekitar.
Ingin jadi tuan rumah
Bagi perajin maupun pemerintah,
pengolahan fosil kayu di dalam negeri lebih menguntungkan daripada hanya
mengekspor dalam bentuk mentah atau bongkahan besar. Andri mengaku,
dalam setahun industri binaan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Banten ini mampu mengekspor 1 ton dari berbagai jenis budidaya fosil
kayu.
Untuk pasar domestik sendiri, menurut
Andri, barang seperti ini juga dilirik oleh kalangan pejabat terutama
pajangan jenis akik es. Adapun harga dan jenisnya. Mulai dari pajangan
jenis akik es dengan berat minimalnya 70 kilo gram, seharga Rp 200 juta –
Rp 1 miliar, semi akik es seharga Rp 17,5 juta – Rp 100 juta, hingga
pajangan berbentuk hewan atau abstrak kisaran Rp 300.000 – Rp 1 juta
(berat kurang dari 1 kilo gram).
Untuk jenis pajangan berbentuk abstrak
dengan ukuran besar, di bagian kaki-kakinya, ditopang oleh tatakan yang
terbuat dari kayu jati. Tingkat kemahalan harga juga dipengaruhi oleh
berat, ukuran, kualitas, nilai estetika dan artistik, hingga tingkat
kesulitan proses pembuatannya. “Sekarang ini dalam proses transaksi
barang jadi ini, memang belum ada semacam surat atau sertifikatnya. Yang
menandakan barang ini asli baru dari kwitansi pembeliannya saja,”
jelasnya.
Andri mengaku prihatin, hingga saat ini
masih marak ekploitasi dan ekpor secara besar-besaran terhadap fosil
kayu masih dalam bentuk mentah, termasuk di daerah Banten. Padahal,
peningkatan nilai tambah tambang ekspor melalui pengolahan sudah diatur
oleh beberapa peraturan pemerintah, seperti UU No.9/2009 tentang
Pertambangan Minerba dan Kepmendag nomor 29/M-DAG/PER/5/2012 Tentang
Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan.
Untuk diketahui, sebagai perbandingan
yang sama-sama negara berpotensi penghasil fosil kayu. Thailand
mendirikan museum dan pusat penelitian fosil kayu dan mineral di
Provinsi Nakhon Rhatcashima pada 1999. Lalu di Amerika, menjadikan
kawasan fosil kayu Arizona (pada 1963) dan Missisipi (1966) sebagai
taman nasional fosil kayu. Itu semua dilakukan guna pelestarian,
pemanfaatan optimal, dan pemberian nilai tambah dari SDA tak terbarukan
tersebut.
“Memang cara orang paling mudah untuk
menjual barang tambang beginian, ya dijual kiloan. Biar lebih cepat
dapat uangnya. Padahal jika kita berpikir, kalau menjualnya dalam bentuk
raw material (mentah), misalnya ke China atau Korea, pastinya
mereka akan menjualnya kembali dalam bentuk sudah jadi ke negara lain
atau ke kita juga,” ungkapnya.
sumber: http://www.beritakaget.com/berita/1161/mengolah-fosil-kayu-jadi-kerajinan-bernilai-ratusan-juta.html
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.56
Komisi
Pemberantasan Korupsi menyatakan, tertangkapnya Ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan mereka semalam
menandakan tingkat korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah.
“Kenyataaannya, korupsi semakin parah.
Wakil Tuhan saja semalam bisa ditangkap,” kata Deputi Pencegahan KPK
Iswan Helmi di Jakarta, Kamis 3 Oktober 2013. Wakil Tuhan yang ia maksud
tak lain adalah Ketua MK Akil Mochtar.
Iswan mengatakan, para hakim mestinya
mampu menegakkan keadilan. Nyatanya korupsi sudah masuk ke berbagai
sistem lembaga hukum negara, termasuk Mahkamah Konstitusi. Ia pun
mengritik karena MK ternyata bisa disusupi oleh praktik korupsi.
Menurut Iswan, KPK sudah sejak lama
mengawasi lembaga-lembaga hukum negara. “Kami terus memperketat
pengawasan lembaga dan jabatan yang dianggap rawan serta strategis. Ini
mengacu pada sisi penerimaan dan kebijakannya,” kata dia.
Ketua MK Akil Mochtar ditangkap tim
penyidik KPK yang dipimpin Novel Baswesdan sekitar pukul 22.00 WIB, Rabu
2 Oktober 2013, di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Kuningan,
Jakarta Selatan. Akil diduga menerima suap terkait sengketa Pilkada
Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah. Dalam operasi tangkap tangan
itu, KPK menyita uang sekitar Rp3 miliar.
Akil tidak ditangkap sendiri. Bersamanya
ditangkap pula anggota DPR Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis. Terkait
kasus yang sama di tempat terpisah, Hotel Red Top Jakarta Pusat,
penyidik KPK juga menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan stafnya
Dhani.
Hambit merupakan calon incumbent bupati
Gunung Mas yang sedang berpekara di MK. Kasus sengketa pilkada Kabupaten
Gunung Mas menurut jadwal akan diplenokan hari ini di MK dengan Akil
Mochtar sebagai ketua tim panelnya. Namun Akil kini ditangkap KPK dan
masih diperiksa intensif oleh KPK bersama empat orang lainnya.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.50
Angka pengangguran di zona euro meningkat mencapai rekor baru pada bulan Januari.
Angka pengangguran di 17 negara yang
menggunakan mata uang euro pada Januari mencapai 11,9% naik dari
sebelumnya 11,8% di bulan Desember, demikian badan statistisk Eurostat.
Negara dengan pengangguran tertinggi
adalah Yunani yang mencapai 27%, meski angka itu berasalh dari hitungan
November silam, sementara angka terendah adalah Austria, 4,9%.
Sejumlah negara lain yang mencapai rekor pengangguran tertinggi adalah Spanyol sebesar 26,2% dan 17,6% di Portugal.
Eurostat juga mengatakan inflasi zona euro turun menjadi 1,8% di bulan Februari.
Inflasi ini merupakan yang terendah dalam dua tahun, sejalan dengan target inflasi Bank Sentral Eropa, ECB, tetapi mendekati 2%.
Pengamat mengatakan tingginya angka
pengangguran dan inflasi rendah sepertinya akan membuat ECB memangkas
suku bunga yang saat ini dipatok 0,75%.
“Semua data mendukung pemangkasan, yang bisa kita lihat di kuartal kedua,” kata Sarah Hewin dari Standard Chartered.
”Mereka bisa memutuskan paling cepat
pekan depan, tetapi ada sebuah elemen yang diinginkan ECB untuk tetap
aman saat kita memasuki situasi politik yang tidak jelas dengan
pertanyaan soal utang Italia dan Siprus harus diatasi.”
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.40
Pemerintah
Kota Stoke-on-Trent di Inggris saat ini tengah menawarkan 35 unit rumah
seharga satu poundsterling atau sekitar Rp 14.000 per unit. Padahal,
lokasi rumah-rumah itu hanya 1,5 km dari pusat kota. Sebagian besar
rumah yang dijual adalah rumah dua kamar, selain flat, dan rumah tiga
kamar.
Tentu saja animo masyarakat terhadap
penawaran ini lumayan besar. Sejak ditawarkan Senin lalu, saat ini sudah
lebih 600 orang berminat, sementara pendaftaran dibuka sampai 12 Mei
mendatang.
Anggota DPRD setempat, Janine Bridges, mengatakan kepada BBC bahwa
kawasan kota yang telantar akan mengalami transformasi dengan adanya
skema ini. Bila penjualan awal ini berhasil, pemerintah setempat akan
menjual 89 rumah lagi dengan harga yang sama.
Lebih hebatnya lagi, pemerintah kota akan
memberikan pinjaman sampai 30.000 euro dengan bunga rendah kepada
pelamar yang diterima untuk perbaikan rumah. Memang, rumah-rumah
pemerintah yang dijual ini harus direnovasi total sebelum layak dihuni,
antara lain dengan memasang jendela, kamar mandi, dan dapur baru.
Meski perlu perombakan besar dan dijual
dengan harga miring, rumah-rumah zaman Ratu Victoria ini masih berdiri
kokoh. Untuk ukuran Inggris, rumah-rumah buatan akhir abad ke-19 atau
awal abad ke-20 tidak tergolong tua dan tetap populer.
Regenerasi
Penjualan rumah-rumah pemerintah ini
merupakan bagian dari proyek regenerasi 3 juta euro kawasan Cobridge
yang dalam beberapa tahun ini telantar. Banyak toko dan pub di kawasan
Cobridge sudah tutup, sementara banyak warga pun sudah meninggalkan
kawasan itu. Akibatnya, kawasan itu menjadi kumuh karena menjadi lokasi
pembuangan sampah sembarangan oleh penduduk kawasan lain.
Dengan pancingan rumah 1 euro dan
pinjaman lunak, Pemerintah Kota Stoke berharap komunitas itu akan
bergairah kembali dan menjadi kawasan yang nyaman ditinggali. Oleh
karena itu, pembeli rumah murah ini diharuskan menetap selama paling
kurang lima tahun untuk menghindari rumah-rumah ini dibeli para
pengembang yang berniat mencari keuntungan cepat.
Tujuan lainnya adalah membantu warga yang
selama ini tak mampu membeli rumah dengan harga pasar. Oleh sebab itu,
pemerintah menetapkan batas pendapatan rumah tangga sebanyak 25.000 euro
atau 30.000 euro setahun untuk keluarga yang mempunyai anak, tak jauh
dari pendapatan median rumah tangga Inggris sebesar 25.800 euro.
Pemerintah Kota Stoke mempunyai sekitar
4.700 rumah yang kosong selama enam bulan atau lebih sehingga pada
Agustus 2012 DPRD setempat sepakat untuk menjualnya dengan harga 1 euro.
Penjualan 35 unit rumah bulan ini
merupakan realisasi tahap awal dari rencana itu. Pada bulan Februari
2012, Pemerintah Kota Liverpool mengumumkan program serupa dengan
menjual 20 unit rumah seharga 1 euro di kawasan Kensington.
sumber: http://www.beritakaget.com/berita/7271/rumah-seharga-rp-14-000-di-inggris.html
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.36
Kegagalan
pertama ASEAN menghasilkan komunike bersama dalam sejarah 45 tahun
organisasi regional ini pada pertemuan di Phnom Penh, Kamboja, pekan
lalu menunjukkan ada perubahan signifikan dalam regionalisme di kawasan
Asia Tenggara. Salah satu faktor perubahan penting ini adalah China.
Sejak tiga tahun terakhir, tanda-tanda
perubahan dengan China sebagai faktor penyebab perubahan ini sudah mulai
terasa. Tahun 2010, China di depan para menteri luar negeri ASEAN sudah
mengatakan, ”…kalian harus mengerti kami adalah negara besar dan kalian
adalah negara-negara kecil.”
Gagalnya komunike bersama para menlu
ASEAN dalam pertemuan di Kamboja adalah refleksi China melihat ASEAN
yang mudah dipecah dan dibelah, termasuk dalam mencari solusi damai atas
klaim kedaulatan yang tumpang tindih di Laut China Selatan. Kita harus
membaca pikiran China sebagai ”…sekarang kita sudah menjadi kekuatan
yang lebih besar di kawasan, jadi kalian negara-negara ASEAN harus
menunduk lebih rendah lagi.”
Para pengamat dan komentator politik
regional China menyebut krisis yang terjadi di Laut China Selatan,
khususnya antara China dan Filipina, sebagai ombak kecil yang tidak akan
mampu menjungkalkan ”perahu diplomatik besar” China. Dalam bahasa para
diplomat ASEAN di pertemuan Kamboja, China telah membayar kursi
kepemimpinan ASEAN yang tahun ini dipegang Kamboja.
Dan memang, kantor berita Xinhua yang
melaporkan berita pertemuan tahunan ASEAN ini mengutip ucapan terima
kasih Menlu China kepada Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen karena
telah mendukung kepentingan utama China. Gagalnya komunike bersama para
menlu ASEAN setelah 45 tahun menunjukkan besarnya pengaruh diplomatik
China dalam organisasi regional ini.
Dengan mudah kita akan menuduh Kamboja
”telah dibeli” China dengan sikap Menlu Kamboja Hor Namhong yang ke luar
dari ruangan setelah pendekatan oleh Menlu Indonesia dan Singapura.
Kamboja memiliki kepentingan yang lebih besar dengan China, terutama
setelah kunjungan Presiden China Hu Jintao, Mei lalu.
Pinjaman lunak dan hibah dari China
kepada Kamboja, yang disalurkan melalui bank-bank Pemerintah China,
digunakan untuk membangun jalan, jembatan, pembangkit listrik tenaga
air, properti, dan resor turis. Bantuan China lebih mudah diperoleh
ketimbang negara maju, seperti AS atau Eropa, yang memiliki syarat
ketat, termasuk persyaratan terkait masalah politik, seperti hak asasi
manusia.
Dalam pertikaian dengan Filipina mengenai
klaim tumpang tindih di Kepulauan Spratly, China pun menggunakan
”otot”-nya dengan menurunkan impor buah-buahan dari Filipina serta
menekan biro perjalanan untuk menunda kunjungan wisata orang-orang
Tionghoa ke Filipina. Tindakan ini menjadi ancaman bagi industri
Filipina yang menghasilkan devisa.
Bagi ASEAN sendiri, terutama Indonesia
sebagai negara besar dan menjadi pendiri penting organisasi regional
ini, perlu mencari terobosan lain kalau memang Menlu Marty Natalegawa
menganggap organisasi ini tak boleh kehilangan sentralitasnya di kawasan
Asia Tenggara. Pasalnya, dalam kurun lima tahun ke depan, akan sulit
bagi ASEAN untuk mengimbangi kekuatan besar yang tidak hanya mewakili
kepentingan China, tetapi juga kepentingan AS.
Regionalisme bagi kawasan Asia Tenggara
dan Asia Timur adalah upaya penting bersama dalam menghadapi perubahan-
perubahan drastis dunia, khususnya sistem ekonomi yang bisa memengaruhi
semua negara. Kita berharap ASEAN tidak terperangkap dan memiliki
strategi ke luar dari situasi global ataupun bentrokan kepentingan
negara-negara besar, khususnya China.
sumber : http://www.beritakaget.com/kanal/berita-mancanegara/page/4
sumber : http://www.beritakaget.com/kanal/berita-mancanegara/page/4
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.31
detikTravel Community - Merayakan
Idul Adha di Indonesia, tentu terbayang meriahnya. Namun bagaimana di
Kamboja dan Vietnam? Idul Adha dan penyembelihan kurban di Kamboja dan
Vietnam menjadi pengalaman hangat dan penuh rasa kekeluargaan.
Setelah membayar pungutan di kantor imigrasi Kamboja, tim melintas perbatasan dengan menuntun kendaraan roda dua kami. Udara terasa semakin panas di dalam mobil van yang penuh sesak oleh penumpang. Dendangan lagu berbahasa Khmer tak mampu mengusir lelah setelah 5 jam perjalanan dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Debu-debu tebal yang berterbangan dari jalanan tanah merah dan rusak sepanjang jalur Kamboja-Vietnam membuat mata perih dan sesak di dada.
Jalur Phnom Penh-Kampong Champ-Suong (Kamboja) hingga ke perbatasan Tan Lap-Tay Ninh (Vietnam) tak ubahnya seperti Jalan Lintas Timur Sumatera, bergelombang, berdebu, dan berlubang. Kanan dan kiri jalan pun dipenuhi sawah dan ladang.
20 Km sebelum perbatasan negara Kamboja-Vietnam di Tan Lap, saya yang menjadi bagian tim Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa untuk menyalurkan amanah kurban di Vietnam pun harus turun dari kendaraan roda empat. Dua orang mitra dari Vietnam telah menunggu dengan kendaraan sepeda motor mereka.
Setelah berganti kendaraan, tim kembali menyusuri jalanan berdebu menuju Vietnam. Kendaraan sepeda motor memang lebih mudah melintas di perbatasan dua negara Indochina ini dibanding mobil.
"Kita harus membayar mahal jika harus menyeberang dengan mobil," jelas Muhammad Zein yang membawa kami.
Setelah membayar pungutan di kantor imigrasi Kamboja, tim melintas perbatasan dengan menuntun kendaraan. "Kita tidak boleh menaiki kendaraan mulai dari pintu keluar Kamboja hingga masuk wilayah Vietnam," ungkap Zein.
Setelah 2 jam berkendara, tim pun tiba di Desa Xa Suoi Day, Distrik Tan Chau, Provinsi Tay Ninh, Vietnam. Total 7 jam perjalanan yang harus ditempuh dari Phnom Penh menuju desa ini.
Keramahan dan keakraban warga Desa Xa Suoi lah yang mampu meruntuhkan penat di raga. Di rumah panggung sederhana, mereka dengan suka cita menyambut kami, menghidangkan aneka makanan di perjamuan yang bersahaja.
Pagi hari, setelah pelaksanaan Salat Ied di Masjid Jamiul Ni Amah, puluhan warga berkumpul di tanah lapang milik salah satu tetua desa. Sebanyak 13 sapi yang telah disiapkan, digiring menuju tanah lapang untuk dipotong dan dibagikan kepada warga.
Satu per satu sapi diikat dan digulingkan untuk dipotong. Beberapa pria yang akan 'melumpuhkan' nampak kesulitan karena tidak terbiasa. Bahkan terkesan kasar saat mengikat dan menggulingkan sapi yang hendak disembelih.
"Setahu saya, sudah delapan tahun tidak ada pemotongan hewan kurban di desa ini," ungkap Zein dengan Bahasa Indonesia cukup lancar. Maklum, ia pernah mengenyam pendidikan pesantren salaf di Kediri, Jawa Timur.
Desa Xa Suoi Day termasuk desa miskin, penduduk yang berjumlah 1.583 orang. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani padi dan penyadap karet. Harga sapi yang mencapai USD 600 (Rp 6,9 juta) per ekor tak mampu mereka beli untuk dikurbankan.
"Sapinya mahal sekali, kita pun harus beli dari Kamboja," terangnya.
Selain di desa Xa Suoi Day, tujuh sapi kurban lainnya disalurkan melalui masjid Nurul Iman yang berlokasi di Distrik Tan Hurg. Semula, kurban akan disalurkan di 5 titik. Namun, karena keterbatasan waktu dan jauhnya jarak tempuh, pemotongan kurban hanya dilaksanakan di dua desa itu. Namun, pembagiannya tetap disebar di desa-desa tetangga sekitar.
Di Provinsi Tay Ninh, sebenarnya ada sembilan perkampungan muslim etnik Champ. Namun, hanya ada tujuh masjid yang berdiri. Perkembangan Islam di provinsi ini cukup lamban dibanding di Hanoi maupun Ho Chi Minh.
Pemerintah Sosialis Vietnam cukup ketat dalam mengontrol imam-imam masjid di pedesaan. Setiap orang tidak bisa seenaknya mengajarkan Al Quran atau ilmu agama tanpa ada surat izin dari pemerintah setempat.
Menjelang sore hari, tim kembali ke Kamboja dengan sepeda motor milik warga. Kali ini wilayah sasaran kurban adalah Kampong Champ dan Kratie yang juga menjadi populasi warga muslim etnik Champ.
Ya, muslim Champ di Vietnam dan Kamboja memang masih satu asal-usul, yaitu Kerajaan Champ yang berkuasa di Vietnam dan beberapa negara Indochina seperti Laos. Setelah kerajaan Islam ini berperang dengan Vietnam pada awal tahun 18-an, banyak warga Champ yang eksodus ke negeri tetangga, dan sebagian besarnya ke Kamboja.
Berbeda dengan desa-desa di Vietnam, di Kamboja, khususnya di kedua wilayah itu, kita dengan mudah menemukan masjid dan surau. Kebanyakan adalah bantuan dari Timur Tengah, Kuwait dan Uni Emirat Arab.
Di Kamboja, THK Dompet Dhuafa juga menyalurkan 20 sapi amanah kurban dari masyarakat Indonesia. Kurban dipotong di Desa Phum Themie, Ambil, Phum Soy dan Jumnik. Keempat desa tersebut adalah desa yang memungkinkan diakses oleh tim untuk menyaksikan penyembelihan kurban.
Setalah dipotong, beberapa orang dari berbagai desa sekitar sudah siap mengambil jatah mereka untuk dibagikan kepada warga. Beberapa sapi juga diberikan kepada warga yang akan menggelar hajatan pernikahan untuk anak-anak mereka. Di Kamboja, komunitas muslim sengaja menggelar pesta pernikahan berdekatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Alasannya sederhana, agar mereka bisa menghemat biaya kenduri. Bahkan ada yang memajukan tanggal pernikahan setelah dapat kepastian akan memperoleh daging kurban.
"Sebenarnya pernikahannya masih tiga bulan, tapi setelah ada kabar akan ada kurban di kampung ini, mereka bisa mendapatkannya, tanggal nikah pun diubah maju," terang warga Phum Soy yang telah lama tinggal di Malaysia, Maad Ahmad.
Populasi warga Muslim Kamboja berjumlah 600.000 atau 5 % dari total penduduk Kamboja. Sebagian besarnya tinggal di Kampong Champ. Kondisi sosial ekonomi muslim Champ di Kamboja tak jauh berbeda dengan saudara mereka di Vietnam.
Kebanyakan warga hanya mengandalkan dari padi yang mereka tanam dan ikan-ikan di sungai Mekong, yang tepat berada di belakang rumah mereka. Kondisi ini diperparah dengan buruknya infrastruktur di pedesaan seperti jalan, listrik, dan air minum.
Jalanan rusak dan berdebu, rumah-rumah panggung yang reyot dengan fasilitas seadanya dan anak-anak kecil yang bermain tanpa busana lengkap dan bertelanjang kaki akan mudah kita temukan di Kampong Champ.
Oleh karenanya, meski harga sapi lebih murah dibanding Indonesia, warga Kampong Champ tidak mampu membeli sapi untuk berkurban. Untuk kurban, mereka mengandalkan bantuan dari muslim Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tak heran mereka lebih mengenal nama Malaysia daripada Indonesia.
"Kita doakan semoga Dompet Dhuafa semakin berjaya, sehingga bisa bantu lebih banyak lagi masyarakat sini di tahun yang akan datang, terima kasih Indonesia," ungkap Maad menerjemahkan ucapan warga Phum Soy.
sumber : http://news.detik.com/
Setelah membayar pungutan di kantor imigrasi Kamboja, tim melintas perbatasan dengan menuntun kendaraan roda dua kami. Udara terasa semakin panas di dalam mobil van yang penuh sesak oleh penumpang. Dendangan lagu berbahasa Khmer tak mampu mengusir lelah setelah 5 jam perjalanan dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Debu-debu tebal yang berterbangan dari jalanan tanah merah dan rusak sepanjang jalur Kamboja-Vietnam membuat mata perih dan sesak di dada.
Jalur Phnom Penh-Kampong Champ-Suong (Kamboja) hingga ke perbatasan Tan Lap-Tay Ninh (Vietnam) tak ubahnya seperti Jalan Lintas Timur Sumatera, bergelombang, berdebu, dan berlubang. Kanan dan kiri jalan pun dipenuhi sawah dan ladang.
20 Km sebelum perbatasan negara Kamboja-Vietnam di Tan Lap, saya yang menjadi bagian tim Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa untuk menyalurkan amanah kurban di Vietnam pun harus turun dari kendaraan roda empat. Dua orang mitra dari Vietnam telah menunggu dengan kendaraan sepeda motor mereka.
Setelah berganti kendaraan, tim kembali menyusuri jalanan berdebu menuju Vietnam. Kendaraan sepeda motor memang lebih mudah melintas di perbatasan dua negara Indochina ini dibanding mobil.
"Kita harus membayar mahal jika harus menyeberang dengan mobil," jelas Muhammad Zein yang membawa kami.
Setelah membayar pungutan di kantor imigrasi Kamboja, tim melintas perbatasan dengan menuntun kendaraan. "Kita tidak boleh menaiki kendaraan mulai dari pintu keluar Kamboja hingga masuk wilayah Vietnam," ungkap Zein.
Setelah 2 jam berkendara, tim pun tiba di Desa Xa Suoi Day, Distrik Tan Chau, Provinsi Tay Ninh, Vietnam. Total 7 jam perjalanan yang harus ditempuh dari Phnom Penh menuju desa ini.
Keramahan dan keakraban warga Desa Xa Suoi lah yang mampu meruntuhkan penat di raga. Di rumah panggung sederhana, mereka dengan suka cita menyambut kami, menghidangkan aneka makanan di perjamuan yang bersahaja.
Pagi hari, setelah pelaksanaan Salat Ied di Masjid Jamiul Ni Amah, puluhan warga berkumpul di tanah lapang milik salah satu tetua desa. Sebanyak 13 sapi yang telah disiapkan, digiring menuju tanah lapang untuk dipotong dan dibagikan kepada warga.
Satu per satu sapi diikat dan digulingkan untuk dipotong. Beberapa pria yang akan 'melumpuhkan' nampak kesulitan karena tidak terbiasa. Bahkan terkesan kasar saat mengikat dan menggulingkan sapi yang hendak disembelih.
"Setahu saya, sudah delapan tahun tidak ada pemotongan hewan kurban di desa ini," ungkap Zein dengan Bahasa Indonesia cukup lancar. Maklum, ia pernah mengenyam pendidikan pesantren salaf di Kediri, Jawa Timur.
Desa Xa Suoi Day termasuk desa miskin, penduduk yang berjumlah 1.583 orang. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani padi dan penyadap karet. Harga sapi yang mencapai USD 600 (Rp 6,9 juta) per ekor tak mampu mereka beli untuk dikurbankan.
"Sapinya mahal sekali, kita pun harus beli dari Kamboja," terangnya.
Selain di desa Xa Suoi Day, tujuh sapi kurban lainnya disalurkan melalui masjid Nurul Iman yang berlokasi di Distrik Tan Hurg. Semula, kurban akan disalurkan di 5 titik. Namun, karena keterbatasan waktu dan jauhnya jarak tempuh, pemotongan kurban hanya dilaksanakan di dua desa itu. Namun, pembagiannya tetap disebar di desa-desa tetangga sekitar.
Di Provinsi Tay Ninh, sebenarnya ada sembilan perkampungan muslim etnik Champ. Namun, hanya ada tujuh masjid yang berdiri. Perkembangan Islam di provinsi ini cukup lamban dibanding di Hanoi maupun Ho Chi Minh.
Pemerintah Sosialis Vietnam cukup ketat dalam mengontrol imam-imam masjid di pedesaan. Setiap orang tidak bisa seenaknya mengajarkan Al Quran atau ilmu agama tanpa ada surat izin dari pemerintah setempat.
Menjelang sore hari, tim kembali ke Kamboja dengan sepeda motor milik warga. Kali ini wilayah sasaran kurban adalah Kampong Champ dan Kratie yang juga menjadi populasi warga muslim etnik Champ.
Ya, muslim Champ di Vietnam dan Kamboja memang masih satu asal-usul, yaitu Kerajaan Champ yang berkuasa di Vietnam dan beberapa negara Indochina seperti Laos. Setelah kerajaan Islam ini berperang dengan Vietnam pada awal tahun 18-an, banyak warga Champ yang eksodus ke negeri tetangga, dan sebagian besarnya ke Kamboja.
Berbeda dengan desa-desa di Vietnam, di Kamboja, khususnya di kedua wilayah itu, kita dengan mudah menemukan masjid dan surau. Kebanyakan adalah bantuan dari Timur Tengah, Kuwait dan Uni Emirat Arab.
Di Kamboja, THK Dompet Dhuafa juga menyalurkan 20 sapi amanah kurban dari masyarakat Indonesia. Kurban dipotong di Desa Phum Themie, Ambil, Phum Soy dan Jumnik. Keempat desa tersebut adalah desa yang memungkinkan diakses oleh tim untuk menyaksikan penyembelihan kurban.
Setalah dipotong, beberapa orang dari berbagai desa sekitar sudah siap mengambil jatah mereka untuk dibagikan kepada warga. Beberapa sapi juga diberikan kepada warga yang akan menggelar hajatan pernikahan untuk anak-anak mereka. Di Kamboja, komunitas muslim sengaja menggelar pesta pernikahan berdekatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Alasannya sederhana, agar mereka bisa menghemat biaya kenduri. Bahkan ada yang memajukan tanggal pernikahan setelah dapat kepastian akan memperoleh daging kurban.
"Sebenarnya pernikahannya masih tiga bulan, tapi setelah ada kabar akan ada kurban di kampung ini, mereka bisa mendapatkannya, tanggal nikah pun diubah maju," terang warga Phum Soy yang telah lama tinggal di Malaysia, Maad Ahmad.
Populasi warga Muslim Kamboja berjumlah 600.000 atau 5 % dari total penduduk Kamboja. Sebagian besarnya tinggal di Kampong Champ. Kondisi sosial ekonomi muslim Champ di Kamboja tak jauh berbeda dengan saudara mereka di Vietnam.
Kebanyakan warga hanya mengandalkan dari padi yang mereka tanam dan ikan-ikan di sungai Mekong, yang tepat berada di belakang rumah mereka. Kondisi ini diperparah dengan buruknya infrastruktur di pedesaan seperti jalan, listrik, dan air minum.
Jalanan rusak dan berdebu, rumah-rumah panggung yang reyot dengan fasilitas seadanya dan anak-anak kecil yang bermain tanpa busana lengkap dan bertelanjang kaki akan mudah kita temukan di Kampong Champ.
Oleh karenanya, meski harga sapi lebih murah dibanding Indonesia, warga Kampong Champ tidak mampu membeli sapi untuk berkurban. Untuk kurban, mereka mengandalkan bantuan dari muslim Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tak heran mereka lebih mengenal nama Malaysia daripada Indonesia.
"Kita doakan semoga Dompet Dhuafa semakin berjaya, sehingga bisa bantu lebih banyak lagi masyarakat sini di tahun yang akan datang, terima kasih Indonesia," ungkap Maad menerjemahkan ucapan warga Phum Soy.
sumber : http://news.detik.com/
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
14.23
Langganan:
Postingan (Atom)